Apakah Anda
berinvestasi di pasar modal? Apakah Anda menggemari investasi saham? Sebagian
dari Anda pasti menjawab ya. Dan bahkan mungkin akan menambahkan penjelasan,
bahwa sebagian kekayaan Anda diperoleh dari keuntungan bermain saham. Benar,
kendati investasi saham memiliki risiko yang tinggi, namun di sisi lain juga
menyimpan potensi keuntungan yang sangat besar. Jika menempatkan dana di
deposito berjangka seorang investor hanya mendapatkan bunga sebesar 5-6 persen
per tahun, namun di pasar saham, seseorang bisa memperoleh gain sebesar angka
yang sama, hanya dalam hitungan hari, mingguan atau bulanan. Kalau tidak
percaya, coba saja cermati pergerakan harga saham secara harian. Pasti ada saham
yang harganya naik beberapa persen hanya dalam hitungan jam. Bahkan kalau saham
tersebut dijual di pasar perdana, bukan hal yang aneh, kenaikannya bisa belasan
atau puluhan persen hanya dalam sehari.
Tapi itu
semua merupakan cerita indah tentang saham. Dalam realitasnya, tidak sedikit
investor yang jatuh miskin ketika berinvestasi saham. Atau berpotensi menjadi
miskin, karena saham yang dibelinya tidak kunjung mengalami kenaikan harga, dan
malah terus semakin menurun. Walaupun situasinya seperti itu, banyak investor
tetap saja menyimpan saham tersebut, dengan harapan suatu ketika akan kembali
naik harganya. Namun yang terjadi adalah seperti menunggu godot. Harga saham
tersebut tetap bergeming, tak bergerak. Kalaupun tidak turun, namun tetap
berada di situ-situ saja. Tidak ada yang melakukan transaksi jual ataupun beli
terhadap saham itu.
Kondisi
semacam ini kerap dialami oleh banyak investor yang bermain saham. Terjebak
dalam saham tanpa bisa keluar, kecuali man menanggung risiko rugi. Oleh karena
itu, agar Anda tidak menjadi "korban" dalam investasi saham, ada
baiknya mempertimbangkan beberapa hal, khususnya jika saat ini Anda sudah
memiliki beberapa saham. Artinya, kapan saat yang tepat untuk menjual saham
dimaksud, baik itu dengan tujuan untuk memperoleh gain, atau mencegah kerugian
yang lebih dalam, kalau harga saham saat ini lebih rendah ketimbang ketika
saham tersebut Anda beli.
Pertama, cek
apakah saham yang Anda pegang memiliki likuiditas yang memadai. Artinya, apakah
setiap hari ada investor yang mentransaksikan saham tersebut. Berapa besar
volumennya? Bandingkan dengan saham sejenis. Jika saham yang Anda pegang masih
kerap ditransaksikan dalam jumlah besar, dan selalu ada transaksi, maka Anda
boleh sedikit tenang. Paling tidak, kalau Anda jual akan ada yang membeli saham
tersebut. Yang repot adalah, kalau Anda sudah telanjur masuk pada saham jenis
"semedi". Artinya, dulu waktu Anda beli mungkin Anda tergiur dengan
pergerakan harganya yang aduhai, lalu Anda ikut membeli. Tetapi dalam waktu yang
singkat, harga saham tersebut turun kembali, sernentara Anda belum sempat
menjualnya. Bahasa pasarnya, Anda "nyangkut" di saham gorengan. Dan
hingga saat ini, tidak ada pergerakan harga, bahkan hampir tidak ada transaksi
terhadap saham tersebut. Kenapa? Karena "bandar" yang
"menggoreng" saham tersebut, boleh jadi tengah asik
"menggoreng" saham yang lain, dan mencari "korban"
berikutnya. Semoga saham yang Anda pegang saat ini tidak dalam kategori seperti
itu.
Tapi
bagaimana kalau Anda kebetulan sudah memegang saham seperti itu? Tidak ada
jalan lain, kecuali menjual saham tersebut. Anda akan menanggung rugi. Ya
jelas. Namun agar kerugian tidak terlalu besar atau semakin besar, maka Anda
mesti mencari saat yang tepat untuk menjual saham seperti itu. Kapan? Pada saat
perusahaan/emiten akan menerbitkan laporan keuangan. Jika kinerjanya cukup
baik, maka akan ada investor yang melirik saham itu, dan bisa jadi akan
membeli. Pada saat tersebut Anda boleh melepas. Atau, menjelang akhir tahun,
secara psikologis market akan bergairah, sebab banyak investor akan melakukan
upaya untuk menaikkan harga sahamnya dalam rangka mempercantik kinerja. Mana
tabu, saham yang Anda pegang tergolong dalam saham seperti itu. Jangan tunggu
lama-lama, lepas saja.
Benar, Anda
pasti akan rugi, karena menjualnya di bawah harga beli. Tetapi, di sisi lain,
Anda akan mendapatkan cash yang kemudian bisa Anda pakai untuk membeli saham
lain yang lebih baik dan berpeluang memperoleh gain, sehingga bisa menutupi
kerugian yang terjadi sebelumnya. Ini lebih baik, ketimbang Anda tetap menahan
saham tersebut, tanpa tabu kapan akan meningkat harganya. Anda akan rugi waktu
dan kehilangan kesempatan untuk menuai gain dari saham yang lain, karena Anda
tidak punya dana cash.
Kedua, cek
apakah emiten saham yang sekarang Anda pegang memiliki rencana aksi korporasi,
apakah itu dalam bentuk aksi bisnis, misalnya melakukan ekspansi, kerja sama,
dan lain sebagainya. Atau malah mau menjual lagi sahamnya kepada pihak lain
ataupun kepada pemegang saham publik, misalnya dengan melakukan right issue.
Aksi korporasi semacam ini, apa pun bentuknya, biasanya akan mendapatkan
perhatian dari investor, dan kalau aksi tersebut dipandang akan berdampak
positif, maka saham emiten tersebut akan dibeli oleh investor, sehingga
harganya akan mulai bergerak. Nah, kalau situasinya seperti ini, apa yang akan
Anda lakukan? Apakah menunggu sampai harga di pasar melebihi harga beli, atau
cukup menunggu sampai harga sesuai modal, atau langsung menjual, ketika harga mulai
bergerak?
Tidak ada
jawaban yang pasti, main yang terbaik. Tetapi, beberapa indikasi yang terjadi
di pasar, bisa menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan. Salah satunya
adalah, ketika harga saham tersebut mulai bergerak, apakah jumlah "bid' atau
pihak yang hendak membeli lebih besar dibandingkan dengan "offer"
alias yang hendak menjual. Kalau "bid'-nya jaub di atas "offer",
maka memang ada tendensi harga akan bergerak ke atas. Tetapi, mesti dilihat
juga, berapa besar volume "bid' dan "offer" tersebut. Jangan
sampai untuk kesekian kali Anda terkecoh, karena bid dan offer yang terjadi
hanya dalam skaJa kecil dan lagi-lagi merupakan "mainan" para bandar.
Kalau memang situasinya seperti itu, maka tidak usah berpikir panjang. Ketika
harga mulai bergerak, silakan jual saham Anda.
Ringkasnya, menjual saham, sebenarnya tidak selalu
mesti dalam posisi potential gain. Sebab, semua orang pasti bisa melakukan hal
seperti itu. Tetapi, yang kerap menjadi masalah, adalah jika saham yang
dipegang dalam keadaan rugi. Nah, untuk mencegah kerugian yang lebih besar,
beberapa contoh di atas, mungkin bisa menjadi input bagi Anda dalam mengambil
keputusan jual saham. Selamat mencoba