Anda sudah
berinvestasi di pasar saham? Bagaimana hasilnya? Sebagian dari Anda boleh jadi
sudah menikmati keuntungan besar. Tetapi, sebagian lagi, juga sangat mungkin
merasa jera dan mundur dari pasar saham, karena mengalami kerugian. Lepas dari
situasi tersebut, bagi Anda yang selama ini sudah berhasil menuai untung,
jangan dulu bergembira. Sebab suatu ketika Anda bisa saja
"terpeleset" dalam jual beli saham. Begitupun bagi Anda yang merasa
jera, semestinya tidak perlu putus asa. Sebab peluang menangguk keuntungan dari
investasi di saham sangatlah besar. Oleh karena itu, paparan berikut ini akan
mengulas beberapa hal yang kerap menjadi jebakan di pasar modal, yang layak
diwaspadai sehingga investor tidak mengalami kerugian.
Pertama,
jebakan kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks yang melesat
tinggi, bagi kalangan awam mungkin ditafsirkan sebagai indikasi bagus untuk
memborong berbagai saham, dengan harapan saham-saham tersebut akan terus
mengalami kenaikan harga seiring kenaikan indeks. Padahal realitasnya belum
tentu demikian. Kenaikan indeks tidak selalu diikuti oleh kenaikan harga saham
secara menyeluruh. Banyak saham-saham yang harganya malah merosot. Sebab,
kenaikan indeks lebih dipengaruhi oleh pergerakan harga dari saham-saham yang
memiliki kapitalisasi besar. Ringkasnya, naiknya indeks tidak selalu cerminan
dari keseluruhan kinerja saham yang ada di bursa.
Saham-saham
yang mendorong naiknya indeks tentu memiliki pembeli dalam jumlah besar. Siapa
yang melakukan pembelian? Investor institusi atau investor ritel (perorangan)?
Apakah mereka investor asing atau investor lokal? Apakah tujuan mereka membeli
untuk dipegang dalam kurun waktu yang lama atau sekadar trading. Kalau yang
membeli itu adalah investor institusi lokal, lazimnya membeli untuk dipegang
dalam kurun waktu cukup lama. Tetapi, kalau yang membeli itu adalah investor
asing, tidak ada jaminan mereka akan memegang dalam kurun waktu yang lama.
Artinya, kenaikan indeks yang tiba-tiba, bisa saja mengalami koreksi atau
penurunan cepat secara tiba-tiba pula, ketika investor asing tersebut menjual
kembali saham yang dibelinya.
Oleh karena
itu, pergerakan kenaikan indeks yang terlalu cepat, sesungguhnya bukanlah hal
bagus. Akan lebih bagus jika indeks bergerak, seiring dengan pergerakan harga
saham yang berdasarkan membaiknya kinerja fundamental dari perusahaan yang
mencatatkan sahamnya di pasar modal. Jadi bukan semara-mata karena ada
pembelian besar-besaran oleh investor asing.
Kedua,
jebakan harga semu. Kenaikan harga sebuah saham secara tiba¬tiba, bukan pula
berita bagus. Apalagi jika tidak ada alasan fundamental yang mendasari kenaikan
harga saham tersebut. Lebih dari itu, kalau volume transaksi terhadap saham
yang harganya mengalami kenaikan tinggi itu tidak terlalu besar, kecurigaan
pantas dilekatkan ke saham tersebut, sebagai saham yang sedang
"digoreng" oleh para bandar. Dus, kalau Anda ikut-ikutan membeli
saham semacam ini, hanya menghitung hari, Anda akan ikut gosong tergoreng,
sementara sang bandar sudah keluar dari saham tersebut. Bagaimana konkretnya?
Saham yang
mengalami pergerakan harga akan menarik perhatian. Bagi yang tertarik akan ikut
serta membeli. Ketika membeli saham tersebut, harganya biasanya sudah terlanjur
tinggi. Dan ketika harga sudah tinggi, maka pihak yang "menggoreng"
akan menjual seluruh saham yang dimiliknya. Dampaknya, harga saham
"gorengan" itu akan gosong dan terjun bebas. Tinggal Anda
terperangkap di dalamnya, yang terlanjur membeli ketika harga masih di atas.
Jadi, jangan pernah tertarik untuk membeli saham-saham yang tiba-tiba melesat
tinggi, apalagi jika volume perdagangannya tipis.
Ketiga,
jebakan keserakahan. Selain jebakan yang pertama dan kedua, masih ada jebakan
lain yang lebih berbahaya, yakni jebakan keserakahan. Dan jebakan ini bukan
saja bisa menimpa investor berkategori trader, tetapi juga termasuk investor
saham yang masuk kalangan growth investor maupun value investor.
Saham yang
sudah dipegang cukup lama, dan kebetulan kinerja perusahaan emiten mengalami
peningkatan biasanya akan berimbas pada kenaikan harga. Bagi Anda yang sudah
memegang saham dimaksud sejak lama, tentu telah mengantongi potential gain dari
kenaikan harga saham itu. Kenapa potential gain? Ya karena sahamnya masih
dipegang dan belum dijual. Dalam situasi begini, ironisnya kerap ada
"bisikan" di telinga investor untuk jangan dulu menjual sahamnya.
Katakanlah,
setelah dipegang selama I tahun, harga saham meningkat 30 persen. Karena
peningkatannya cukup tinggi, membuat si investor penasaran dan mengharapkan
adanya peningkatan lagi, dengan asumsi, investor lain akan turut serta memburu
saham dimaksud. Sayangnya, yang sering kali terjadi adalah, potential gain yang
30 persen itu hilang, karena investor lain malah menjual saham dimaksud dan
harganya kemudian turun.
Oleh karena
itu, sangatlah pantang untuk menjadi "serakah" dalam investasi saham.
Jika Anda mematok target 30 persen kenaikan harga, maka ketika harga saham
sudah tercapai, mestinya saham tersebut langsung dijual. Tidak perlu menyesal
kalau ternyata harga saham itu terus meroket. Itu bukan rezeki Anda. Itu rezeki
orang lain yang membeli ketika harganya sudah naik 30 persen.
Keempat,
jebakan rasa takut. Seorang investor di pasar saham, kerap kali mengalami
kerugian karena tidak bisa menahan rasa takutnya. Apa maksudnya? Ketika saham
yang dibeli mengalami penurunan harga, langsung merasa takut dan khawatir harga
sahamnya semakin merosot. Dan jika
tidak mampu lagi mengontrol rasa takut tersebut, saham yang sudah dibeli
langsung dijual dan yang diperoleh hanya kerugian. Padahal, setelah dijual
saham tersebut bisa kembali mengalami kenaikan harga dan bahkan semakin tinggi
harganya.
Bagaimana mungkin? Sangat mungkin. Pergerakan harga
saham harian tidak selalu dipicu oleh faktor fundamental. Tetapi, lebih sering
karena sekadar sentimen pasar. Jadi, sepanjang saham yang dibeli memiliki
fundamental bagus, sebenarnya tidak perlu takut, ketika harganya turun. Itu
semata-mata karena sentimen negatif yang esok hari atau sepekan kemudian bisa
berubah menjadi positif Oleh karena itu, kalau saham yang Anda beli mengalami
penurunan harga, malah Anda bisa membeli lebih banyak lagi saham tersebut,
karena harganya menjadi lebih murah. Dan ketika harganya mengalami pembalikan,
Anda sudah memiliki saham dalam jumlah lebih besar dan harga beli rata-rata
yang lebih murah. Implikasinya, potensi keuntungan Anda lebih besar. Selamat
mencoba.
by: Elvyn G. Masassya