Recent Posts

Seni "Berinvestasi" Saham



Bahasan tentang potensi unsung ataupun potensi rugi di pasar modal, yang telah sedikit disinggung hanyalah bagian kecil dari seni berinvestasi di pasar modal, khususnya di saham. Seni? Ya, seni. Sebab, untuk bisa menjadi pemain alias investor yang sukses di pasar modal khususnya pasar modal seperti Bursa Efek Indonesia tidak cukup hanya dengan kompentensi, pengetahuan, skill, ataupun keberanian. Namun juga dibutuhkan seni.

Kenapa? Karena di pasar modal, kerap terjadi anomali yang tidak bisa diduga oleh siapa pun, termasuk analis kondang sekalipun. Misalnya, kondisi pasar saham dunia dan regional tengah mengalami penurunan, kondisi politik di dalam negeri dan juga perekonomian tidak terlalu mendukung, namun tetap saja ada saham-saham yang mengalami kenaikan harga, dan bahkan indeks saham gabungan pun bisa melonjak. Demikian juga sebaliknya. Inilah yang disebut dengan anomali, yang hanya bisa disikapi, jika investor menggunakan "sense" seni dalam bermain di pasar modal.

Seni berinvestasi di pasar modal, tentu berbeda dengan investor institusi yang memiliki dana besar dengan investor retail yang dananya terbatas. Bahasan dalam tulisan ini hanya akan difokuskan pada investor ritel, yang tujuannya berinvestasi di pasar modal adalah untuk mendapatkan income tambahan atau pendapatan sampingan dari hasil investasinya. Artinya, kalaupun seluruh modal yang ditanamkan amblas, maka si investor tidak serta-merta jatuh miskin. Namun, jika dana yang "dimainkan" bisa mereguk keuntungan, maka bukan tidak mungkin menjadi kaya raya. Lantas bagaimana melakukan semua itu?

Pertama, dana yang ditanamkan di pasar modal, mestilah bukan dana yang peruntukannya untuk uang belanja rumah tangga, melainkan sebagai bagian investasi di samping investasi yang lain, yang memiliki risiko rendah dan moderat. Jack, kalau Anda memiliki dana sebesar Rp100, maka dana yang digunakan untuk jual beli saham, cukup 25 persen atau separuhnya saja, bergantung pada karakteristik personal Anda. Jika Anda cukup "kuat" menanggung risiko, maka dana yang ditempatkan bisa lebih besar.

Kedua, investasi di pasar modal, memiliki tujuan jangka pendek untuk mendapatkan gain dad jual bell saham, dan atau juga mendapatkan dividen bersama dengan potential gain, jika Anda memegang saham tersebut untuk jangka menengah panjang. Nah, dalam hal ini, dana yang Anda alokasikan, sebaiknya dipastikan peruntukannya, apakah untuk jual beli saham sehari¬hari atau beli saham lalu dipegang untuk kurun waktu yang cukup lama. Lazimnya, tujuan pembelian saham pun bisa dibagi, yang peruntukannya untuk "perdagangan" sehari-hari maupun untuk jangka waktu di atas 1 tahun.

Ketiga, bertransaksi untuk perdagangan dan untuk jangka panjang, hakikatnya tetap sama, yakni memilih saham-saham yang memiliki fundamental bagus, dalam arti perusahaan yang menjadi emiten memiliki prospek usaha dan harga sahamnya masih under value. Artinya, target price dari saham tersebut untuk beberapa waktu ke depan berpotensi masih lebih tinggi dari harga saat ini. Namun, dalam praktiknya bukan tidak ada saham-saham yang sebenarnya secara fundamental sudah mencapai "harga wajar" namun ketika ditransaksikan bisa saja harganya tetap meningkat. Nah, untuk saham-saham semacam ini hanya pantas masuk dalam portofolio perdagangan atau trading. Bisa beli hari ini jual besok, dua had kemudian atau malah pada hari yang sama. Dan Anda akan mengeruk keuntungan. Bagaimana mungkin? Di sinilah seninya.
Seni "trading" saham sedikit berbeda dengan investasi saham untuk jangka menengah panjang, kendati prinsip dasarnya sama, yakni, mesti memiliki fundamental value yang bagus. Namun, dalam "trading", naik turunnya harga saham, tidak semata-mata karena faktor fundamental, tetapi juga ada unsur sentimen dan aspek-aspek yang sulit dianalisis secara matematika, karena lebih mengedepankan persepsi dan ekspektasi.

Nah, untuk bisa mendapatkan keuntungan dari transaksi "trading", maka bisa dilihat dari pergerakan harga saham ketika pasar baru dibuka. Sebagai investor ritel, tentu Anda tidak memiliki dana yang cukup untuk menggerakkan harga saham. Namun ibarat "ikan teri", tentunya bisa nebeng di pergerakan "ikan paus". Dengan kata lain, jika Anda yakin bahwa saham yang Anda beli akan bergerak harganya karena pada saat pasar dibuka, harga saham tersebut langsung bergerak, yang berarti ada demand yang besar, maka Anda bisa ikut serta membeli saham tersebut.

Akan tetapi, di sisi lain, Anda tentu tidak tabu apakah si investor besar akan memegang saham tersebut dalam jangka waktu yang lama atau kemudian menjualnya lagi, setelah memperoleh potential gain, dan melakukan profit taking. Di sinilah kerap terjadi "musibah" bagi investor ritel, karena terlambat menjual. Oleh karena itu, agar Anda tidak terjebak pada situasi semacam itu, maka jika Anda "bermain" saham untuk trading, maka tidak boleh serakali. Konkretnya, jika harga di pasar sudah lebih tinggi dibandingkan harga bell, maka sesegera mungkin saham tersebut dijual lagi. Tidak perlu kecewa kalau ternyata harga saham yang Anda jual terus melambung. Ingat, Anda adalah investor ritel, yang cuma mengikuti "paus". Tentu harus tahu kapan "menyingkir" agar tidak terhimpit "paus" kalau tiba-tiba sang "paus" putar haluan.

Itu satu seni yang bersifat sederhana. Apakah masih ada seni-seni yang lain? Ada. Anda mesti sangat hati-hati menggunakan dana yang terbatas. Caranya, belilah saham yang sektornya terdiversifikasi, pecah dana Anda ke dalam beberapa saham. Dengan cara ini, jika satu saham mengalami penurunan, maka saham yang lain bisa mengalami peningkatan. Dan kalau hasil transaksi dikonsolidasikan, Anda tetap akan memperoleh gain, namun tentu tidak sebesar investor institusi. Tapi, sisi baiknya adalah risiko yang Anda kandung juga menjadi tidak terlalu besar. Singkatnya, seni bermain saham, sebenarnya adalah perpaduan antara kelihaian dalam timing, yakni kapan masuk dan kapan keluar, yang dibarengi dengan memperoleh keuntungan secukupnya, tanpa serakah, serta melakukan diversifikasi terhadap saham yang dibeli. Selamat mencoba